15 March 2011

kepada yang terhormat

rasa tidak diminta untuk datang.

begitu juga dengan rasa benci.
rasa terganggu, tidak suka, tanpa sadar menjadi sinis, kesal, marah.
semua rasa ini tidak diminta datang. tidak ada satupun orang yang dengan rela memiliki rasa benci. apa bagusnya rasa benci? hanya membuat kamu menjadi lelah dalam amarah, hanya membuat kamu menjadi si penguras hati.

saya ingin bebas dari rasa ini.

karena saya jadi si pemarah yang menyebalkan. karena mereka jadi salah tanpa banyak kata. entah apa yang harus disalahkan. karena semua jadi terlihat "pokoknya salah". apa ini salah dia? apa ini salah saya? apa ini salah benci? semua menjadi tidak jelas. yang saya tahu ya saya benci mereka. yang saya tahu ya saya tidak dan tidak akan pernah cocok dengan mereka. jadi apa ini salah ketidakcocokan? tapi ketidakcocokan itu biasa. segala macam ketidakcocokan sudah pernah saya lalui, dan nyatanya, tidak semua ketidakcocokan berakhir dengan kebencian.

lantas, salah siapa?

saya cuma tahu mereka tidak pernah membuka hati untuk yang berbeda. saya cuma tahu kalau mereka harus benar. maka ketika menurut saya kebalikannya, saya hanya cuma bisa diam. toh mereka tutup kuping. toh mereka menaikkan nada bicara. jadi buat apa saya buang-buang kata. percuma.

saya cuma tahu kalau lama-lama saya muak. tidak lagi bisa berdiam lama-lama di sesuatu yang saya rasa tidak nyaman. kata demi kata yang ditahan kemudian meluap, dan mengisi rongga kepala kapan saja sang objek terlihat membuka mulut. memungkinkannya meledak setiap detik dia ada di sekitar.

saya cuma tahu kalau lama-lama saya lebih nyaman menyendiri. kalau memang yang bisa diajak kompromi hanya hati. lebih baik menjadi penyendiri, daripada menjadi si pemarah yang munafik. daripada menjadi si pemarah yang anti ketidakcocokan. menjadi persis seperti dia yang saya benci.



sekarang saya agaknya mengerti apa yang salah,
namun tetap tidak mengusir benci.

No comments:

Post a Comment