28 January 2009

sebatas harapan.

hujan pun turun, membasahi, membawa pikirku kembali.
di saat tawamu menemaniku, detik yang begitu berharga.

kini semua t'lah berubah, tinggalkan ku yang t'rus berharap.
andai kau tak pernah meninggalkanku,
andai kita masih bersama.

tahukah kau aku begitu merindukanmu?
dalam sakit dalam tangis yang tak jua habis
sadarkah kau aku selalu membutuhkanmu?
dalam suka dalam duka di hari-hariku

kini hanya satu pintaku,
kini hanya satu pintaku,
kembali.


untuk dia yang hanya satu dan tidak pernah mau tahu.

18 January 2009

dua sisi.

satu bilang saya egois,
satu bilang saya pantas.
padahal saya hanya ingin tanya satu hal,
apa salah saya?
mungkin memang semua hanya salah paham yang terlalu dibawa serius.
saya sakit hati.
sakit hati, saya.


saya perlu tidur. tidak perlu lihat siapa-siapa, termasuk kamu.

13 January 2009

jadi siapa?

apa yang sudah lewat memang sebegitu berharga.
maka jangan salahkan, kalau momen yang sudah berlalu tak akan ada lagi biar kamu memohon sampai gila pun. saya sudah begitu paham. sampai-sampai saya tak sanggup lagi membiarkan ada detik yang masih harus lewat. saya tidak sanggup kehilangan lebih banyak lagi. saya bisa mati menyesal kalau begini caranya.
permintaan saya sederhana saja. saya hanya tidak ingin apa yang sudah baik harus dirusak sang waktu yang angkuh dan sialan. saya hanya tidak mau melepas apa yang pernah saya punya. saya egois. saya begitu ingin merengkuh semua yang sudah pernah ada dan menggengam semuanya erat-erat. saya takut sendirian. saya takut!
tapi kini apa saya salah, kalau saya begitu trauma melewati detik?
waktu sudah merenggut separuh nyawa saya, dimana satu-satunya pengertian yang saya aminkan hanyalah bahwa nyawa hanya bisa direnggut sepenuhnya, yaitu ketika saya mati nanti.
saya tidak terima setengah-setengah. mana saya bisa hidup kalau hanya dengan separuh nyawa?
jadi sekarang saya lumpuh. mana bisa saya berlari ketika saya harus kehilangan sebelah kaki? jangan sembarangan menyuruh. saya juga masih ingin kalau boleh menatap hari esok dengan mata yang berbinar. tapi mana bisa saya senyum-senyum membayangkan esok yang lebih baik kalau baru bangun tidur saja sudah ditampar si fakta?
saya sakit hati, teman-teman!
saya hanya tidak mau dibodohi lebih banyak lagi. saya sudah merasa begitu telanjang. saya tidak lagi punya apa-apa!
jadi jangan terus-terus menghakimi, karena apa yang kamu lihat memang bukan sepenuhnya saya. karena saya memang tidak lagi setertebak yang kamu kira.
saya sudah jadi si pura-pura.


mungkin jadi si pura-pura akan lebih baik daripada jadi si cengeng.

sekarat.

hari ini memang hari luar biasa.
hujan yang terus terus terus menemani, sepi yang terjadwal.
di sanalah dia lalu berada.
di sudut kamarnya, yang sengaja gelap dan sepi.
kembali menulis segala surat. melipat burung kertas. menulis cerita yang dia harap menjadi fakta. memunguti serpih-serpih si hati yang berserakan menjadi sampah. menangis diam-diam.
ini sudah menjadi rutin. dia sudah menjadi kebal.
biasanya setelah lelah menangis dan menulis dia lalu hanya bisa diam. termenung. lalu dia akan tersenyum kecil. dan mulai menertawakan diri sendiri. mulai memaki-maki diri sendiri.
dasar bodohhh kamu, gumamnya gemas.
ngapain sih kamu?, tanyanya sambil tertawa.
siapa sih kamu?, tanyanya mulai getir.
kenapa sih saya?, teriaknya sedih. lalu isaknya akan kembali berbaur dengan suara hujan di luar.
begitulah musim hujannya.
begitu sakit.
begitu sepi.
kombinasi yang sanggup menjadikan manusia menjadi seonggok mayat.
namun dia belum.
dia masih ingin menanti. dia merasa dibodohi kalau mati dalam sakit dan sepi.
dia tidak mau sakit hati sampai mati.
dia masih mau.




malam itu, ketika tetesan hujan tinggal satu dua,
dia berdoa.

dia yang begini.

betapa tersiksanya menjadi si mandiri.
sakit hati yang disimpan sendiri, berdiri yang begitu sepi, tertawa yang begitu palsu.
namun tidak ada lagi yang tersisa.
jika si mandiri direnggut, yang tertinggal hanyalah jiwa yang terlalu sepi.
tik tok tik tok di dinding hanya bisa tertawa dalam monotonnya,
ternyata begitu sakit menjadi si tertutup!
air mata yang hanya boleh bertemu bantal, raungan yang dijaga hanya sebatas angan .
menulis pun tak boleh sembarang,
apalagi kata yang takutnya terlalu lancang.
si homunculus muak dijaga untuk patuh,
lebih baik aku mati!

kata sambutan.

selamat datang di dunia saya.
di mana penonton dipaksa menjadi pelaku.
di mana fakta terlalu menjadi fiksi.
di mana semua selalu tak cukup.
halo!