27 April 2009

mengawang.

saya tidak mengerti kenapa begitu sakit untuk hanya bicara seadanya. kadang ada ketakutan-ketakutan yang saya sendiri tidak mengerti kenapa harus ada. saya sudah entah berapa kali menasehati sahabat-sahabat untuk sudah keluarkan saja semua yang di hati. dan sudah entah keberapa kali juga saya diberi terima kasih dari sahabat-sahabat yang merasa saya begitu bijak. yang mereka tidak tahu, saya begitu bodoh dalam praktek. saya hanya bisa memberi nasehat, tapi saya tidak mau sadar bahwa sesungguhnya sayalah yang paling butuh dinasehati. saya rasa saya sudah tuli. kronis. dan itu satu hal yang tidak ada yang mau tahu. terutama saya sendiri.

air mata saya selalu mulai menetes seakan terjadwal setiap saya meletakkan kepala di atas bantal. saya benci keadaan dimana saya mulai merasa sepi. saya benci keadaan ketika saya tidak ada kesibukan. dan yang paling saya benci, ketika saya di tengah orang-orang yang saya cintai sekaligus saya benci. ketika saya bingung antara mencium pipi mereka atau menamparnya. ketika saya merasa bahwa saya bukan saya.

saya masih bisa bertahan terlihat cuek entah sampai kapan lagi. saya tahu mereka marah. saya tahu mereka mulai membenci saya. tapi saya tidak tahu apa yang harus dilakukan. ya, kamu yang membaca pasti juga kemudian akan mulai marah, dan merasa buang-buang waktu membaca halaman ini. lalu kamu mungkin akan langsung menutup halaman blog saya yang entah kenapa juga kamu buka. maaf. saya memang sedemikian bodoh.

saya sedih ketika melihat mereka marah. ketika mereka memaki saya tidak peduli. ketika mereka bilang saya egois. begitu ingin saya menghambur dalam tangis lalu menciumi mereka untuk menyatakan maaf atau cinta atau apa saja yang mau mereka dengar. ya tapi toh saya akan diam lalu sok tidak menggubris sehingga mereka semakin marah. semakin membenci saya. saya sudah tidak bisa merasa. apalagi berbicara. menulis pun saya begitu sakit.

saya begitu ingin jadi pahlawan lagi.
ketika saya masih kecil, setiap saat saya merasa bosan dengan keadaan saya akan merengek minta pulang dan teriak-teriak "aku mau pulang!!" sambil ngambek jika dicuekin. dan sampai di rumah lalu saya akan kembali jadi anak manis yang main barbie sama kakak-kakak saya dan main rumah-rumahan sama adik saya. anak manis yang tidak akan menyisakan sayur masakan mama ketika makan siang dan dibonceng motor sama papa.
ketika saya bosan di sekolah dan berantem dengan teman sebaya, saya lalu kesal dan mendorong teman saya lalu lapor ke guru dan bilang, "aku mau pulang saja!!", ngambek lagi. tapi sampai di rumah, saya kembali ceria dan bergelayut di tangga dengan omelan mama yang khawatir.
ketika saya dimarahi pelatih saat kaki saya tidak bisa landing sempurna atau berputar dengan fokus, saya akan menangis di toilet terus melepas sepatu skating dan telepon papa sambil bilang, "aku mau pulang!!". dan sampai di rumah akan menangis di tempat tidur yang acak-acakan sambil mendengarkan lagu disney sampai puas.
dulu, rumah adalah nirwana saya.

tapi sekarang saya baru bisa bilang karena apa yang sudah berlalu mungkin memang bukan milik saya lagi. di supernova karya dewi lestari, tertulis "bisa kamu bayangkan jika ranjangmu adalah neraka?" dan saya baru merasakan betapa semua yang dia tulis begitu nyata.

16 April 2009

aku
butuh
seseorang.
satu.
orang.
saja.




(paling tidak diriku sendiri?)

badai serotonin di pagi buta.

tak heran energi ini begitu terkuras.
sakit ini tak dibagi,
tapi dinding itu selalu diabsen hadir.
buka mata menjadi sakit,
memulai hari bagai akhir.

tidak heran.
lawanku si realita!

(si homunculus yang dipaksa buta)

sok tau.

sekarang
aku
paham.

perasaan monster yang sedih ketika dirinya menjadi monster.
(dan betapa dia tidak bisa merubah dirinya jadi pahlawan)