28 March 2011

merayakan kebohongan

hari ini tanggal satu april.

sejak dari kecil saya tahu tanggal satu april selalu menjadi tanggal saya untuk dikerjain atau ngerjain. kebanyakan dikerjain, karena saya sendiri tidak pernah ingat tanggal. saya tidak pernah merasa keberatan, atau dirugikan dengan adanya kebudayaan april mop. saya selalu hanya menganggap hari itu ada tanpa dipikir lebih lanjut, sampai ketika suatu pertanyaan bodoh menjadi sebuah alasan untuk memikirkannya lebih dalam. pertanyaan itu lalu membumbung ke angkasa, menjadi satu lagi tanya yang hanya akan disimpan Semesta.

kenapa orang menetapkan tanggal khusus untuk merayakan kebohongan?

sebegitu inginkah orang-orang untuk mendapat hak bohong sampai-sampai menetapkan satu tanggal tersendiri? ini mulai menarik. karena ternyata rupanya rasa bersalah dari bohong memang tidak terpungkiri. berbohong bisa membuat kamu sedemikian salah, berdosa, sampai-sampai mencari berbagai alasan, termasuk menetapkan tanggal bohong. tidakkah ini lucu? betapa besar usaha seseorang untuk beralasan dan menutupi keadaan yang apa adanya. betapa besar usaha kita untuk merasakan cerita versi kita, dengan hanya membuat orang percaya. dengan demikian saya rasa peribahasa lawas "nila setitik, rusak susu sebelanga" pun akhirnya dilumpuhkan. mungkin lebih relevan jika diganti "nila setitik, rusak susu sebelanga, kecuali lagi april mop".

maka saya mulai berandai-andai.
seandainya tanggal satu april ditetapkan sebagai hari jujur. kita hanya harus menjadi kita. jawab hanya harus menjadi jawab. dunia hanya harus menjadi dunia. terdengar begitu mudah, begitu sederhana, namun tidak ada yang semudah kedengarannya. jika begitu keadaannya, saya rasa saya sendiri pun belum tentu berani keluar kamar setiap tanggal satu april. bayangkan, apapun yang ditanyakan, apapun yang dihadapi, semua harus dihadapi dengan jujur. dengan apa adanya. tidakkah satu april akan menjadi tanggal tersulit dalam hidup kita? tidak ada tendensi, gengsi, pretensi yang bisa dijadikan sandaran. hanya ada yang apa adanya.

tapi toh satu april sudah dijadikan hari bohong dunia. membuktikan bahwa kita ternyata belum cukup berani untuk hidup apa adanya. untuk menerima semua sejujur-jujurnya. sepolos-polosnya. sampai-sampai ketika bohong dilarang pun nyatanya kita tidak mampu untuk tetap menjadi kita. menjadikan setiap hari april mop. kebohongan-kebohongan menjadi selalu ada, berdamping-dampingan dengan tanggal-tanggal yang terus berulang.

sampai satu april merayakan kejujurannya,
saya rasa yang tersisa hanya:

selamat hari bohong.

20 March 2011

ignatius primadi

saya jatuh cinta.

lagi,
lagi,
lagi,
lagi,


empat tahun yang lalu,
empat bulan yang lalu,
empat hari yang lalu,
empat jam yang lalu,
empat menit yang lalu,
empat detik yang lalu,

sekarang.


saya selalu jatuh cinta lagi.

15 March 2011

warning :

i write,
not tell meanings.

you read writings,
not causes.

baca tanpa pretensi

pre·ten·si /préténsi/ n 1 keinginan yg kurang berdasar; 2 perbuatan berpura-pura; 3 alasan yg dibuat-buat; 4 dalih;


ada sekian ribu alasan untuk mencari tahu. entah mencari tahu dengan bertanya, melihat, atau membaca. demikian buat anda. demikian buat saya. kadang kita hanya ingin tahu. kadang kita 'hanya ingin tahu'.

ingin tahu tentang apa saja, mulai dari yang berdampak pada kita, sampai yang tidak ada hubungannya dengan kita.

membuat kita lalu mendengar, melihat, membaca dengan pretensi. sebenarnya saya cuma ingin cari bahan pembicaraan. sebenarnya saya ingin cari tahu tentang keburukannya. sebenarnya saya ingin tahu tentang dirinya. sebenarnya saya ingin tahu tentang semua yang terjadi. dan sebenarnya sebenarnya lain.

membuat kita kemudian tidak lagi tulus melakukan semua usaha cari tahu itu. tidak lagi tulus mendengar. tidak lagi tulus melihat. tidak lagi tulus membaca.

sehingga akhirnya membawa kita ke ketidakpuasan.

dan lalu ke kemarahan yang tidak seharusnya.
sebenarnya itu tentang apa? sebenarnya yang terjadi seperti apa? sebenarnya apa lagi yang belum kudengar? sebenarnya maksudnya apa? sebenarnya? sebenarnya?

padahal kita siapa?
mundur sedikit, dan kita akan mengerti mengapa kita tidak mengerti. dan tidak harus mengerti. tidak harus merasa harus tahu semua tentang sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan kita. tidak harus merasa harus serba tahu. sampai-sampai melangkahi batas yang seharusnya dimengerti.

kepada yang terhormat

rasa tidak diminta untuk datang.

begitu juga dengan rasa benci.
rasa terganggu, tidak suka, tanpa sadar menjadi sinis, kesal, marah.
semua rasa ini tidak diminta datang. tidak ada satupun orang yang dengan rela memiliki rasa benci. apa bagusnya rasa benci? hanya membuat kamu menjadi lelah dalam amarah, hanya membuat kamu menjadi si penguras hati.

saya ingin bebas dari rasa ini.

karena saya jadi si pemarah yang menyebalkan. karena mereka jadi salah tanpa banyak kata. entah apa yang harus disalahkan. karena semua jadi terlihat "pokoknya salah". apa ini salah dia? apa ini salah saya? apa ini salah benci? semua menjadi tidak jelas. yang saya tahu ya saya benci mereka. yang saya tahu ya saya tidak dan tidak akan pernah cocok dengan mereka. jadi apa ini salah ketidakcocokan? tapi ketidakcocokan itu biasa. segala macam ketidakcocokan sudah pernah saya lalui, dan nyatanya, tidak semua ketidakcocokan berakhir dengan kebencian.

lantas, salah siapa?

saya cuma tahu mereka tidak pernah membuka hati untuk yang berbeda. saya cuma tahu kalau mereka harus benar. maka ketika menurut saya kebalikannya, saya hanya cuma bisa diam. toh mereka tutup kuping. toh mereka menaikkan nada bicara. jadi buat apa saya buang-buang kata. percuma.

saya cuma tahu kalau lama-lama saya muak. tidak lagi bisa berdiam lama-lama di sesuatu yang saya rasa tidak nyaman. kata demi kata yang ditahan kemudian meluap, dan mengisi rongga kepala kapan saja sang objek terlihat membuka mulut. memungkinkannya meledak setiap detik dia ada di sekitar.

saya cuma tahu kalau lama-lama saya lebih nyaman menyendiri. kalau memang yang bisa diajak kompromi hanya hati. lebih baik menjadi penyendiri, daripada menjadi si pemarah yang munafik. daripada menjadi si pemarah yang anti ketidakcocokan. menjadi persis seperti dia yang saya benci.



sekarang saya agaknya mengerti apa yang salah,
namun tetap tidak mengusir benci.

11 March 2011

dia dan gelas



dia selalu ingin memiliki gelas itu.
gelas yang terpajang di sebuah toko kecil di pinggir jalan. tidak ada yang istimewa, tapi dia begitu menyukainya. pertama kali melihatnya empat tahun yang lalu, dia hanya merasa gelas itu sempurna. cocok. bagai potongan puzzle yang entah kenapa begitu melengkapi. sampai ketika seperti biasanya dia mengunjungi toko itu, dia menyadari sesuatu: bagian bibir gelas itu pecah sedikit. entah dia yang baru menyadarinya, atau memang dari awal sudah demikian. tampaknya, ada seorang atau dua orang pengunjung yang mengambilnya dengan sembarangan, sehingga bibir gelas itu terbentur ujung lemari dan pecah.

dia tetap ingin memiliki gelas itu.
walaupun dia sangat kesal kenapa orang-orang tidak bertanggungjawab itu berani-beraninya merusak gelas itu. gelas kesukaannya. satu-satunya. walaupun dia sangat marah kenapa dia tidak lebih dulu membelinya sebelum gelas itu dirusak. walaupun bibir gelas itu pecah sedikit. walaupun gelas itu tampak tidak sesempurna seperti yang pertama dia lihat. dia tidak peduli, dia sudah terlanjur jatuh hati pada gelas itu. dan hanya yang itu.

dia akhirnya memiliki gelas itu.
waktu akhirnya menjawab, karena dia akhirnya bisa memiliki gelas itu. dia begitu menyayanginya. gelas itu dirawat, dicuci dan dipakai setiap hari. untuk meminum apa saja. mulai dari air putih, susu coklat, jus jeruk, sampai kopi pahit yang membakar lidahnya. semua diminum dari gelas itu. gelas kesukaannya. apapun yang dia minum, dia tidak peduli. yang penting dia pakai gelas itu. sampai suatu saat dia sadar bibirnya terluka karena bibir gelas yang tidak sempurna itu. perih, bahkan kadang berdarah. kadang ini membuatnya bimbang, apa seharusnya dia tidak memakainya lagi?

tapi ini tidak adil.
seharusnya semua sempurna selamanya, andai saja gelas itu tidak dipecahkan oleh orang tak berperasaan yang tidak tahu cara memperlakukannya.
aku tidak ingin berhenti memilikinya.
tidak ingin berhenti memakainya.
untuk minum air putih, susu coklat, jus jeruk, dan kopi pahit.
untuk minum apa saja.
ini tidak adil.

tapi sekarang dia menangis di hadapan gelas,
gelas kesukaannya.

dia tidak ingin terluka terus karena pecahan gelas yang bukan salahnya.


tapi dia tetap ingin memiliki gelas itu.
selamanya.

06 March 2011

untuk kamu, dengan segala kebencian.

hei kamu.

ya, kamu. siapa lagi.

ini bukan surat cinta.
sebaliknya, saya menulis ini dengan penuh kebencian.

karena ya,
saya punya segala hak untuk benci kamu.


saya benci ketika kamu selalu sok tau.
terlebih karena kamu memang selalu benar.
membuat saya lebih membenci kamu.

saya benci senyum kamu.
senyum sok, senyum menyebalkan, senyum selalu menang.

saya benci wangi kamu.
yang entah kenapa mendadak ada di semua tempat.
membuat saya dipenuhi rasa kangen yang menyebalkan.

saya benci tulisan kamu.
yang selalu membuat saya jatuh cinta semakin dalam.

saya benci foto kamu,
karena mengingatkan saya tentang semua soal kamu,
dan mengikat saya untuk tidak pergi dari kamu.

saya benci ketika kamu buat saya tidak bisa bilang tidak.

saya benci ketika kamu mencium saya,
mudah, seakan-akan itu tidak berarti apa-apa buat kamu.
padahal jantung saya selalu seperti mau jatuh.

saya benci ketika kamu baik,
karena lalu saya akan merasa merepotkan.

saya benci ketika kamu menjadi super duper menyebalkan.
karena saya tidak pernah bisa cuek.

saya benci ketika kamu menatap.
karena kemudian saya merasa pasrah,
dan lagi-lagi kamu menang.

saya benci ketika kamu membuat semua yang saya lakukan terlihat bodoh.

saya benci ketika kamu selalu bisa tenang,
ketika di saat yang sama rasanya aku tidak bisa berhenti panik.

tapi saya paling benci karena,
kamu bisa buat saya melakukan apa saja.
termasuk untuk tinggal di sini lebih lama,
dan selama mungkin.


saya benci kamu,
sangat, sangat, sangat benci.

01 March 2011

"you are what your friends are",
people told me.



but you're just not who i am.